Sebelumnya saya minta maaf sekaligus berterimakasih atas perhatian dan do'a teman-teman di facebook. Karena ke'alay'an saya update status pagi ini jelang melakukan tes, banyak diantara teman-teman yang bertanya-tanya, saya sakit apa? Bukan bermaksud untuk membuat khawatir atau cari perhatian, pagi tadi, jujur saja, saya merasa takut yang teramat sangat menghadapi tes ini. Karena saya akan menghadapi hal yang paling tidak nyaman, paling tidak enak buat saya. Saya butuh support semangat. Biar nggak makin bingung ini saya cerita apaan, takut apa, kok kesannya serem gitu yah . Saya ceritain di sini dari awal.
Sebenernya sederhana aja, saya sakit gigi. Apa siiiih sakit gigi aja kok ribet banget? Kesannya sakit parah sampe berdo'a segala, minta kekuatan segala, kan tinggal ke dokter gigi atau kalo mau lebih bisa ke dokter bedah mulut, beres kan? Tapiii... kasus saya tidak sesederhana itu.
Gigi geraham bawah saya bolong dan udah ditambal beberapa tahun lalu. Saya tidak ingat lagi pastinya kapan, kira-kira 5-8 tahun yang lalu deh. Lama banget kaan. Selama itu gak pernah ada masalah kecuali sedikit nyeri kalo dipake untuk mengunyah makanan yang agak keras. Jadi selama itu saya hindari ngunyah yang keras-keras di geraham yang ada tambalan. Saya cenderung lebih sering make rahang sebelah kanan untuk makan.
Trus, sekitar akhir Januari 2016, tiba-tiba geraham itu sakit. Mulai dari sakit sedikit sampe sakit yang sangat mengganggu. Akhirnya saya bawa ke dokter gigi untuk di cek. Dokter nyaranin untuk dibuka dulu tambalannya trus diliat ada apa. Ternyata yang bermasalah adalah bagian akar, dokter pun melakukan tindakan perawatan akar gigi. Setelah beberapa kali perawatan dan saya sudah tidak merasa sakit, giginya kembali di tambal. Tapi 1-2 bulan kemudian, gigi saya sakit lagi, setelah di cek dan konsultasi, dokter nyaranin agar giginya di cabut aja. Karena kalo dipertahankan, sakitnya akan bolak balik datang dan efeknya juga bisa kemana-mana. Salah satunya vertigo yang kemudian tiba-tiba muncul setelah saya sakit gigi. Dari Februari hingga sekarang, saya mengalami vertigo sebanyak 3x dan jelas aja kondisi ini sangat tidak nyaman ya. Saya tidak tau pasti apakah benar gigi ini yang menyebabkan saya vertigo, dokter juga tidak bisa memastikan karena penyebab vertigo itu beragam. Tapi kalo diliat dari riwayat saya yang sebelumnya gak pernah kena vertigo, jadi ada kemungkinan pencetus vertigo adalah geraham yang sakit tadi. Semua jadi susah dan ribet, saya jadi ketergantungan tingkat tinggi pada orang lain, karena vertigo bisa muncul kapan aja di mana aja. Syukurnya ada mama yang mendampingi saya. Kalo saya sakit, biasanya bisa berlangsung selama seminggu - 2 minggu bahkan pernah sampe 1 bulan gak bisa nyetir karena keliyengan, mama yang ambil alih tugas anter jemput anak-anak ke sekolah dan ngebantu kerjaan lain di rumah. Hidup saya mulai terasa melelahkan. Sebentar-sebentar pusing, sakit kepala, vertigo. Tidak hanya itu, solusi cabut gigi yang harusnya jadi penawar, malah berbalik membuat urusannya jadi panjang.
Beberapa tahun belakangan ini, tubuh saya sensitif terhadap obat-obatan, saya gak bisa minum obat begitu aja. Tubuh saya bereaksi negatif terhadap obat. Kalo minum obat, saya merasa pusing, jantung berdebar, keringetan, melayang dan tubuh kebas (gak ada rasanya), kayak mau pingsan. Jadi selama ini, kalo sakit dan harus minum obat, saya tes dulu obatnya. Saya minum obat sedikit-sedikit dulu, mulai dari seperempat tablet ( 1 tablet dipotong jadi 4 bagian), lalu saya cicil minum seperempat tablet. Kalo rasanya aman, gak ada reaksi apa-apa dalam 15-20 menit, saya minum lagi seperempat tablet, begitu terus hingga potongan ke empat habis. Jadi untuk 1 tablet habisnya 1 jam dan menurut dokter, untuk tujuan pengobatan, cara seperti ini tidak maksimal. Dan memang, kalo sakit, saya sembuhnya lama. Ya karena itu tadi, obat tidak bekerja dg maksimal, tidak bisa bekerja sebagaimana mestinya, karena saya nggak bisa minum obat sesuai dosisnya. Sementara agar obat itu bisa bekerja, harus menggunakan dosis yang sesuai. Dan dari hasil coba-coba tadi, setiap sakit dan butuh obat saya praktekin cara minum obat seperti di atas, saya menemukan baaaanyaaaaak obat gak bisa diterima tubuh saya. Dosis tertinggi yang aman buat saya, dalam sekali minum itu bisanya cuma 1/2 tablet aja. Lebih dari itu, saya keliyengan dan kondisi itu benar-benar menakutkan. Saya harus menguatkan hati, menguatkan pikiran, fokus menenangkan diri agar tidak terbawa efek samping obat tadi. Jujur saja, pada akhirnya, minum obat adalah hal paling menakutkan buat saya. Saya takut mengalami efek sampingnya tadi. Sumpah, gak enak banget. Serasa mau pingsan, dan itu bisa berlangsung berhari-hari.
Then, untuk melakukan cabut gigi, butuh obat bius sebelum dicabut, dan obat anti nyeri setelah di cabut. Lah gimana mau ngebius kalo paracetamol aja saya sanggupnya cuma seperempat tablet sekali minum? Karena itulah dokter bedah mulut yang merawat saya gak berani untuk melakukan tindakan cabut gigi. Resikonya besar dan bisa berakibat fatal. Jadi, sebelum cabut gigi, dokter menyarankan untuk melakukan tes provokasi obat dulu. Tes untuk mengetahui obat bius apa yang aman buat saya dan bisa digunakan dalam proses cabut gigi nanti. Di Pekanbaru fasilitas tes ini belum ada. Saya udah keliling rumah sakit Pekanbaru untuk nanyain tes ini, gak ada. Yang ada hanya tes alergi biasa. Tes alergi yang efeknya begkak, gatel, merah, sesak napas. Tes untuk kondisi sensitif terhadap obat (efek samping berlebihan) seperti yang saya alami ini belum ada. Akhirnya, saya di rujuk ke RSCM. Karena di departemen alergi dan imunologi RSCM, tes ini tersedia. Peralatannya lengkap. Kalo terjadi apa-apa dalam prosedur, ada dokter, peralatan, obat dan lain-lain untuk menstabilkan kondisi.
Saya udah konsul ke dokter di klinik alergi kemaren, dan dijadwalkan tes tadi pagi jam 9. Dokter menjelaskan panjang lebar tentang prosedurnya dan apa saja yang akan saya hadapi. Seperti cerita saya dipostingan sebelumnya, perut saya langsung ngilu mendengar efek tes ini nanti. Yaa karena kan udah jelas bahwa tubuh saya bereaksi negatif terhadap obat, lah ini obatnya malah mau dimasukin sedikit-sedikit ke dalam tubuh lewat suntikan, lalu diliat reaksinya gimana. Jelas saya jadi stress duluan, karena saya tau banget, andaikan obat ini nggak cocok, saya akan mengalami reaksi berdebar, melayang dan kebas. Walaupun dokter udah menyiapkan seluruh peralatan untuk mengatasi, tetap saja, saya akan mengalaminya dulu, merasakannya dulu, baru kemudian diatasi dengan peralatan dan obat-obat anti alergi yang ada. That's why, tadi pagi saya galau banget. Sebelum ke rumah sakit, saya shalat sunat dulu, meminta perlindungan dari Allah. Sampai di rumah sakit, saya masih takut. Saya coba untuk mengalihkan pikiran dari hal-hal buruk, dzikir dan sesekali buka fb hingga akhirnya update status seperti tadi
Pukul 9.30 wib saya dipanggil masuk ruangan prosedur, kembali dokter menjelaskan tentang prosedur tes dan lagi-lagi saya tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran. Dokter dan perawat menenangkan dengan mengatakan hal-hal baik dan berusaha membuat saya tertawa. Ada 2 orang dokter yang mendampingi, dokter Kurniyanto, dokter Agus beliau ini spesialis alergi, satu orang perawat dan 3 orang dokter muda yang lagi belajar. Saya jadi objek belajar kasus alergi untuk dokter-dokter muda itu .
Obat bius yang akan di tes ke saya adalah lidocain.
Tahap pertama, yang disuntikin 0.001 mg lidocain (diencerkan dg Nacl). Nunggu 15 menit. Tahap pertama ini aman, gak ada reaksi apa-apa.
Lanjut tahap kedua, disuntikin 0.1 mg lidoccain campuran. Masih aman.
Berikut tahap ketiga, disuntikin 0.01 mg lidocain murni, tanpa campuran, masih aman, alhamdulillah.
Tahap keempat, dosisnya dinaikin lagi, 0.1 mg lidocain, masih aman juga. Next
Tahap kelima, disuntikin 0,5 mg lidocain, awalnya aman, tapi lima menit kemudian saya mulai merasa gak enak. Seperti biasa, diawali dg bagian dalam perut saya terasa dingin, lalu dinginnya keluar tubuh, naik ke kepala, dan tuuuuiiing....! Saya langsung melayang, jantung berdebar, dan napas saya sesak. Dokter dan perawat buru-buru mendatangi saya. Mereka sibuk, ngasih oksigen, cek oksigen di ujung jari, saya gak tau namanya apa, tapi menurut dokter alat kecil yang ditempel di ujung jari itu menghitung jumlah oksigen yang masuk ke syaraf, cek tensi, cek denyut jantung, dokter juga berusaha menangkan saya yang udah mulai panik. Yahanda juga berusaha membantu menenangkan. Selama ini saya berani minum obat kalo ada yahanda aja. Kalo yahanda gak ada, saya gak akan minum obatnya. Saya tunggu dia pulang dulu, baru saya minum obat
Alhamdulillah, perlahan kondisi saya membaik, napas mulai normal, dokter memberikan cetirizine untuk mengatasi reaksinya. Dan cetirizine inipun cuma minum seperempat tablet dulu. Lima belas menit kemudian, minum seperempat lagi. Tindakan jaga-jaga andaikan nanti cetirizine bereaksi negatif lagi di tubuh. Alhamdulillah perlahan mulai stabil. Tubuh saya gemeteran, telapak kaki dan telapak tangan dingin. Saya denger dokter Kurniyanto menelpon seorang dokter dan dari percakapannya saya denger dokter itu akan ke ruangan. Tidak lama, dokternya datang. Namanya dokter Iris Rengganis. Beliau masuk dan saat mendengar penjelasan dari dokter Agus dan dokter Kurniyanto, beliau langsung paham dan dokter Iris memberi solusi menggunakan akupunktur jika nanti ketemu jalan buntu. Jika tidak ada obat bius atau obat anti nyeri yang bisa di pake maka saya akan dibantu oleh dokter akupunktur. Alhamdulillah, masih ada jalan lain....
Untuk melakukan tes dengan obat bius lain, saya harus nunggu satu minggu. Karena tubuh saya harus bersih dulu dari obat anti alergi yang saya minum (cetirizine tadi). Hah, ini artinya perjalanan gigi saya masih panjang. Saya nggak mungkin di sini selama seminggu. Yahanda mesti kerja dan saya kangen anak-anak
Setelah konsultasi dengan dokter, mengingat kondisi kita di sini, suami kerja, anak-anak ditinggal, diambil keputusan kami akan bolak balik ke RSCM minimal sebulan sekali untuk melakukan tes berikut.
Begitulah, besok saya mau konsul dulu ke dokter akupunktur. Jadi dalam kasus gigi ini, saya melibatkan tiga bagian di RSCM untuk melakukan rawat bersama atas diri saya. Ada poli gigi (dokter bedah mulut), dokter di departemen alergi dan dokter akupuntur
Mohon do'anya ya teman-teman, semoga saya ketemu obat yang pas dan gigi saya bisa di cabut tanpa halangan. Aamiin ya rabbal 'alamiin. Silahkan di share, mungkin ada kenalan, saudara atau keluarga yang mengalami hal yang sama dengan saya. Kasus seperti ini sangat jarang terjadi, dan tidak banyak rumah sakit yang menyediakan fasilitas tesnya. Tesnya sendiri termasuk dalam tes alergi, tapi bukan alergi biasa. Kalo alergi biasa, lazimnya, jika seseorang tidak cocok dg makanan atau obat tertentu, efek ke tubuhnya timbul bengkak, bentol merah, atau sesak napas hingga bunyi grok grok (mengi). Pada kasus saya, lebih kepada efek samping obat yang berlebihan. Jadi buat yang belum tau dan butuh info ini bisa konsultasi ke departemen alergi di RSCM. Semoga postingan ini bermanfaat buat teman-teman.