Senin, 16 September 2019

Brace Untuk Najla

Menjawab pertanyaan dari teman-teman tentang kondisi Najla sekarang, alhamdulillah hari selasa tanggal 3 September 2019 kemaren kami berangkat ke Kuala Lumpur, tujuan ke RS. UMSC (University Malaya Specialist Centre), teman-teman bisa lihat website khusus scoliosis centre-nya di http://scoliosismalaysia.com.my penjelasannya lumayan komplit disertai nomor yang bisa dihubungi untuk bikin appointment dengan Prof. Chris atau Prof. Kwan di sana. Najla sendiri konsul dengan Prof. Chris. Proses bikin appointment, kemaren itu saya dibantu oleh Miss Wong, member ISC yang tinggal di Malaysia. Berdasarkan saran dari Bu Flo di ISC, saya pilih appointment hari rabu pagi tanggal 4 September 2019 (alhamdulillah dapat jadwal pukul 09.15 waktu setempat), jadi sekiranya Najla nanti disarankan untuk pake brace maka Prof. Chris akan memanggil petugas pembuat brace untuk mengukur tubuh Najla setelah konsultasi hari itu, lalu brace akan selesai hari jumat pagi sehingga kami bisa kembali ke Pekanbaru hari jum'at sore atau sabtu pagi. Saya sangat terbantu sekali dengan semua informasi valid yg diberikan oleh teman-teman di ISC, alhamdulillah perjalanan kami dan proses konsultasi di sana berjalan dengan lancar sesuai jadwal dan juga sesuai harapan kami. Semoga teman-teman di ISC beserta keluarganya diberi kesehatan oleh Allah, aamiin ya Allah...

Kami berangkat dengan Air Asia pada selasa pagi tanggal 3 September 2019, sampe di KL masuk hotel udah jam 15.30 sore, yang pernah naik Air Asia tau yaaaa gimana panjangnya perjalanan jalan kaki dari turun pesawat menuju imigrasi di bandara KLIA2. Syukurnya juga ini bukan musim liburan, jadi antrian di imigrasi nggak panjang banget. Saya ingat waktu kunjungan pertama ke KL dengan Air Asia juga, di musim liburan, kami antri di imigrasi hampir 2 jam saking ramenya, pegel bangeeeet...

Rabu tanggal 4 September, kami menuju ke UMSC, sempet salah karena liat UMMC, letaknya berdekatan dan memang dalam lokasi yang sama, tapi beda gedung. Kami terlanjur turun grab di UMMC dan waktu nanya ke petugas sana, mereka bilang UMSC yang satu lagi, yaaaah... padahal tadi udah masuk ke parkiran gedung UMSC tapi karena ragu, gak ngeliat tulisan hospitalnya, kami terusin ke UMMC yg ada tulisan hospitalnya wkwkwk... Untungnya dari gedung UMMC ada shuttle bus ke UMSC. Kami naik shuttle bus dan dianterin ke gerbang UMSC, gak jauh dari parkiran tempat kami muter tadi, eh ada donk ternyata tulisan hospital di gerbangnya, tadi gak keliatan :D

Masuk ke RS, kami menuju pendaftaran, bilang ke adminnya udah janji dengan Prof. Chris, mereka cek di komputer, ada nama Najla, lalu kami diminta untuk isi fomulir dan bayar deposit ke kasir sebesar rm 300. Deposit ini nanti akan dikembalikan jika ada sisanya, dan akan nambah kalo ternyata ada tindakan lain yang dilakukan dokter sehingga kami harus tambah bayarannya. Selesai isi formulir dan bayar deposit, receipt deposit disimpan, karena nanti akan digunakan untuk ngambil sisa deposit atau bayar kekurangan biaya tindakannya. Kami naik ke lantai 2 dan nunggu dipanggil masuk ruangan dokter. Alhamdulillah nggak lama, setelah satu pasien keluar, langsung giliran Najla.   

Saat masuk ke ruangan, Prof. Chris minta Najla untuk di X-ray ulang karena X-ray yang kami bawa tidak full spine, jadi nggak keliatan keseluruhan tulang Najla dari pangkal leher hingga tulang panggul. Full spine ini dibutuhkan agar pengukuran curve/cobb angle nanti jadi lebih tepat sehingga bisa memberikan penanganan yang tepat pula nantinya. Najla di X-ray, nunggu 15 menit, hasilnya keluar dan kami kembali masuk ke ruangan praktek dokter. Sembari menunggu selama 15 menit itu, Prof. Chris memberikan sebuah buku kepada Najla untuk dibaca, bukunya berisi perkenalan singkat tentang scoliosis, tertulis dalam bahasa Inggris tapi insyaAllah mudah dimengerti. 

Setelah hasil X-ray keluar, lalu Prof. Chris mulai menjelaskan kepada kami tentang scoliosis secara detail mulai dari tahap awal sekecil-kecilnya bagaimana penanganan yang akan dilakukan untuk setiap kondisi yang berbeda, tergantung pada besaran curve (cobb angle), tulangnya berada di risser berapa, termasuk juga usia, itu akan mempengaruhi tindakan yang akan diambil. Penjelasannya runut hingga ke tahap lanjut yang membutuhkan opsi surgery (operasi). Sepanjang penjelasan, Prof. Chris menghadap ke arah Najla, fokus ke Najla, jadi Prof. Chris seperti bicara khusus memang ke Najla, agar dia paham apa yang terjadi pada dirinya sekarang, apa yang harus dia hadapi jika terjadi hal-hal ini, itu dan sebagainya, sesuai kondisinya nanti. Penjelasan Prof. Chris sangat jelas dan lugas, sehingga Najla dan kami orangtuanya paham bagaimana menghadapi ini. 

Selesai menjelaskan semua, Prof. Chris membuka hasil X-ray Najla di komputernya, memperlihatkan hasil X-ray, lalu meminta kami untuk memilih tulang atas dan tulang bawah, yang menurut kami paling besar lengkungannya. Dengan ragu-ragu saya tunjuk satu tulang, yahanda juga menunjuk satu tulang, lalu Prof. chris menarik garis dan mendapatkan sudutnya, saya lupa angkanya berapa. 
Lalu Prof. Chris sendiri memilih tulang lain, dan berkata, kalo saya pilih yang pertama tulang ini dengan tulang ini, kedua tulang ini dan tulang ini. Kemudian ditarik garis, satu garis menunjukkan sudut 38 derajat dan satu garis lagi menunjukkan sudut 41 derajat. 

Menurut Prof. Chris, itulah pentingnya mencari dengan tepat tulang mana yang harus diukur, karena kalo salah mengambil patokan tulang, efeknya besaran kurvanya akan salah, penanganan juga jadi salah. Harus sangat hati-hati dalam mengukur curve/cobb angle tulangnya. Setelah mengukur cobb angle, Prof. Chris memperlihatkan tulang panggul Najla, ternyata tulang panggul Najla menunjukkan bahwa tulang Najla berada di risser 0 (nol) dari skala 0-5. Tulang Najla baru akan dalam perjalanan untuk matang. 

Tingkat kematangan tulang hingga mencapai risser 5 bisa berlangsung antara 1 hingga 3 atau 4 tahun, tidak bisa dipastikan juga, tergantung pertumbuhan tubuhnya nanti. Saya mengucap syukur tiada henti, karena dengan begitu, dengan kondisi tulang Najla berada di risser o (nol) dan cobb angle 38-41 derajat, di usia 13 tahun dan baru 3x haid, Najla punya kesempatan besar untuk  memperbaiki posisi tulang punggungnya dengan bracing. Pilihan operasi masih sangat jauh untuk saat ini. Tapi di sisi lain, kondisi ini juga punya resiko, di usia 13 tahun dan baru 3x haid,  itu menyebabkan laju pertambahan cobb angle bisa berlangsung dengan ekstrim dalam satu tahun ini. Untuk itu, dalam 1 tahun ini Najla benar-benar harus merawat tulangnya dengan benar. Rajin pake brace, rajin melakukan back exercise dan harus rajin berenang agar progressnya bisa diperlambat, minimal stabil, tidak bergerak maju.

Hari itu juga, Prof. Chris memanggil Asliza, petugas pembuat brace, kami menunggu sekitar 1 jam, karena Asliza juga ada janji dengan orang lain sebelum kami. Setelah satu jam, kami bertemu Asliza. Kemudian masuk ke satu ruangan, Najla diminta untuk buka semua baju kecuali underwear, trus seluruh tubuh Najla di lilit dengan plastik wrap  dan dilapisi dengan gips. Tunggu beberapa menit agar gips mengeras, lalu dibuka. Gips itulah nantinya yg akan menjadi ukuran untuk brace Najla.
Setelah selesai, kami kembali turun ke lantai bawah, mengembalikan receipt deposit, kami harus nambah rm 29 lagi karena ada X-ray tadi. Total pengeluaran di RS hari itu sebesar rm 329. 

Jum'at pagi, kami kembali ke RS, kali ini ke menara selatan yg terletak di UMMC tempat kami salah turun kemarin :D ketemu Asliza di sana. Bracenysa sudah selesai, Najla pilih warna soft purple, motifnya butterly, brace yg cantik  sehingga Najla jadi semangat liat bracenya. Najla melakukan fitting brace, Asliza mengoreksi sedikit brace-nya, di pas kan dengan ketek, dada dan bagian panggul, memotong bagian-bagian tersebut hingga pas di badan Najla. Selesai koreksi, kami kembali bertemu dengan Prof. Chris agar beliau bisa cek apakah brace tersebut sudah pas untuk Najla. Beliau memastikan titik tekan bracenya sudah tepat sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh Najla. Prof. Chris bilang oke, bracenya bagus, pas. Lalu menjelaskan tentang perawatan brace, durasi penggunaan brace, perawatan tubuh, apa yg harus dilakukan jika muncul ruam, pakaian dalam apa yang disarankan. Beliau juga memberikan surat untuk sekolah, isi suratnya tentang bahwa Najla butuh duduk di posisi yg deket kipas angin atau di ruangan AC, untungnya kelas Najla ada AC. Najla diberi waktu untuk lepas pasang brace di pelajaran olahraga yang tidak memungkinkan dia untuk pake brace, dan merekomendasikan kebutuhan Najla akan toilet duduk. Semua selesai, Najla diminta kembali untuk kontrol 8 minggu lagi. Biaya pembuatan brace-nya rm 2500.

Hari itu juga, sesampai di hotel, Najla mulai pake brace selama 1 jam siang hari dan 1 jam malam hari. Setiap hari dinaikkan durasinya 30 menit. Hingga hari ini Najla sudah sampai pada tahap bracing selama 5 jam di siang hari dan bracing sepanjang tidur malam (kurleb 8 jam).
Semoga usaha kami ini membuahkan hasil maksimal untuk Najla. Semoga Najla konsisten melaksanakan semua yg disarankan dokter kepadanya. Semoga tulang punggung Najla bisa kembali lurus, Najla bisa melepas brace secepatnya dan sehat selalu, Amiin ya Allah...

Sabtu, 17 Agustus 2019

Second Opinion

Perjalanan untuk perbaikan bagi Najla masih panjang. Karena kesibukan super mom, saya belum sempat cerita yah tentang perkembangan usaha pengobatan Najla 2-3 minggu ini. 

Selesai dari dokter tulang kemaren itu, Najla dirujuk ke rehab medik oleh dokternya. Karena hari itu kami selesainya sore, dokter rehab medik sudah selesai praktek, dokternya praktek dari pagi sampe jam 12 siang. Kami memutuskan untuk kembali ke klinik rehab medik RS keesokan harinya. Sesampainya di sana, maaf harus mengutarakan ini, begitu melihat rujukan dari dokter tulang, dokter rehab medik langsung merekomendasikan brace merk spinecore yg harganya 27-30 juta, saya lupa tepatnya. Dokternya semangat banget cerita tentang brace ini, hingga buat kami saat itu dokter terkesan mau "jualan" brace. Jujur, kami dalam masa tidak baik dimana kami baru saja harus menerima kenyataan anak kami scoliosis, sesuatu yang tidak normal sedang terjadi pada anak kami, terang saja yang kami butuhkan adalah tentang usaha perbaikan anak kami, kami lebih butuh penjelasan tentang apakah fisioterapi yang akan dilakukan nanti, berguna untuk mengurangi kurva tulangnya. Sayangnya dokter lebih bersemangat memberikan brace dibanding mengedepankan tentang fisioterapinya. Hingga setelah beliau panjang lebar menjelaskan tentang brace, yahanda nanya, "trus tentang fisioterapi ini gimana, Dok? bisa diberikan pada anak kami? berapa kali seminggu? durasi berapa lama?" Baru deeeeeh beliau jawab, "oh iya, fisioterapi tetap saya berikan. cukup 2x dalam seminggu dengan durasi paling lama 45 menit. Sambil nanti anaknya latihan renang, gaya bebas, sesering mungkin. Anaknya harus sering berolahraga." That's it! Thats what I need exactly! 

Tapi sayangnya hari itu Najla gak bisa langsung di fisioterapi, karena kami menggunakan Inhealth, petugas rehab medik mesti konfirmasi dulu ke pihak Inhealth apakah terapi Najla di cover atau tidak. Proses konfirmasi juga berlangsung lumayan lama. Kami menunggu selama 3 hari dengan hasil ternyata fisioterapinya tidak di cover oleh Inhealth. Jerejeeeeeenk, kecewa tahap 1 hadir... Tapi orang Inhealth bilang ke Yahanda, mungkin BPJS cover pak, coba aja pake BPJS. Okeh sip, kami akan coba pake BPJS. Waiiiit, sebelum ada yg bilang, kenapa gak bayar pribadi aja? Di sini kami hanya ingin menggunakan hak kami, toh selama ini, setiap bulan,  kami bayar premi untuk ke dua asuransi tersebut, di saat kami butuh seperti sekarang, kenapa kami nggak pake? Apakah kami salah jika ingin menggunakan hak kami? Kalo memang tidak masuk dalam perjanjian seperti yang terjadi dengan Inhealth, ya sudah, kami juga nggak masalah. Sekarang dengan BPJS kami belum tau, ini bakal di cover apa enggak, soooo... nggak ada salahnya kan yaa kami coba cari tau :)

Kembali ke dokter keluarga, kali ini dengan kartu BPJS, minta rujukan ke rehab medik RS kemaren. Ternyata, RS ini masuk kategori kelas B, sementara untuk rujukan BPJS itu harus bertahap, dimulai dari rujukan ke RS kelas A dulu, baru kemudian dilanjut ke kelas B, jika memang tidak bisa ditangani di kelas A, begitu seterusnya.  Baiklaaaaah, kami minta rujukan ke dokter tulang RS kelas A yang jaraknya agak jauh dari rumah, nggak jauh-jauh amat sih, tapi lebih jauh dibanding RS kelas B yg pertama kami datangi. Kenapa harus ke dokter tulang lagi? Karena rujukan ke rehab medik bisa di dapatkan dengan rujukan dari dokter tulang. Panjang amaat bu prosedurnya... Yah, namanya juga asuransi ya, kalo mau instant, bayar sendiri :D

Rujukan di dapat, kami daftar ke dokter tulang RS kelas A, antri, dan masuk ketemu dokter. Sebelum saya ceritain, apa hasil dari dokter tulang di RS kelas A ini, saya cerita dulu ya tentang obrolan saya dengan salah satu ibu yang anak perempuannya juga scolioser. Sebut saja Ibu Flo. Ketika masuk ke grup telegram ISC saya banyak diberikan informasi oleh para member di sana, salah satunya Ibu Flo. Ibu Flo banyak memberi masukan pada saya, termasuk juga menguatkan saya dalam menghadapi semua ini. Pembicaraan kami juga sampai pada bagaimana para dokter menanggapi anak-anak scolio ini. Ada yang santai, ada yang serius, ada yang -maaf- jualan brace, dll.

Salah satunya yg disebutkan oleh ibu Flo dalam percakapan kami dan masih saya ingat dengan jelas, "dokter-dokter itu pinter semua bu, tinggal kita bagaimana memilih dokter yang sesuai dengan kondisi anak, nyaman untuk anak juga kita orang tua, yang lebih berempati dengan kondisi anak kita. Karena ada dokter yang sepertinya menganggap kasus scoliosis ini biasa, karena mungkin mereka tiap hari ketemu dengan pasien scoliosis, mulai dari yang paling ringan hingga yang paling berat scolionya. Nah buat dokter yang terbiasa melihat berbagai macam orang atau anak scolio tiap hari, buat mereka itu tidak masalah, buat mereka itu biasa. Tapi bagi kita orang awam, yang jarang-jarang ngeliat anak/orang scolio, yang biasa melihat anak-anak tulangnya tumbuh normal, lurus, bersih, bagi kita scolio itu kondisi yang tidak biasa, malah bisa dibilang ini SANGAT LUAR BIASA buat kita. Nah di situ kadang kita jadi gimanaaa gitu kalo ketemu dokter yang menganggap scolio ini biasa aja."

Dan omongan ibu Flo ini terbukti saat di dokter RS kelas A. Menurut dokter itu, scoliosis ini biasa saja, dan memang biasa terjadi pada anak seumuran Najla. Tidak perlu di berikan rehab medik. Cukup renang dan olahraga saja. Najla pulang, tanpa mendapat rujukan untuk rehab medik. Kecewa untuk kedua kalinya...

Miris yah, apa yang disampaikan dokter sangat bertolak belakang dengan informasi yang saya peroleh. Untuk usia Najla yang dalam masa critical age, dimana tulangnya masih dalam pertumbuhan, dan kurvanya masih dibawah 50 derajat, perawatan seperti fisioterapi, latihan back core, latihandengan monkey bar dan dibantu dengan penggunaan brace yang tepat, ada secercah harapan untuk menjaga agar kelengkungannya tidak bertambah.dokter juga tidak bilang apa-apa tentang tulangnya berada di risser berapa. Sependek yang saya tau, jika tulangnya masih berada di risser 1 atau 2, kemungkinan laju kelengkungan kurvanya masih bisa ditahan dengan cara-cara yang saya sebutkan di atas.

Najla masih 13 tahun, baru mendapatkan haid pertama beberapa bulan yang lalu, teman-teman di ISC bilang kemungkinan tulangnya masih di risser 1 atau 2, tapi coba cek ke dokter dulu dan pastikan gimana-gimananya. Yahandanya sudah terlanjur hilang rasa dengan tanggapan dokternya. Yahanda sempat nanyain ulang, untuk minta rujukan ke rehab medik, beliau nggak ngasih, karena katanya gak perlu. Ya kita gak bisa apa-apa lagi, emang dia ber-hak untuk nggak ngasih rujukan berdasarkan pengamatan/pendapat medis dia kan ya... He is the doctor, ya sudahlah... 

Dua dokter berbeda, memberikan dua pendapat yang berbeda untuk Najla. Jelas, kami pilih untuk mempercayai pendapat pertama yang bilang fisioterapi akan membantu. Setidaknya, dengan di fisioterapi, nanti pasti ada gerakan latihan yang bisa kami aplikasikan dirumah untuk melatih otot belakang Najla. Karena tulang belakang itu butuh otot kuat yang menopangnya. Karena itulah scolioser diarahkan untuk berenang, olahraga, latihan back core, gelantungan di monkey bar, dengan tujuan untuk memperkuat otot belakang agar bisa menopang tulang punggung dengan kuat, nggak gampang membengkok.

Hanya saja, untuk mendapatkan rujukan rehab medik, kami harus kembali ke dokter pertama tapi kami tidak bisa kembali ke RS pertama yang kelas B. Saya telpon semua RS kelas A-nya BPJS yang ada di sini dan tanyain apakah dokter tulang tersebut praktek di sana. Alhamdulillah ketemu di salah satu RS kelas A lain yang jaraknya semakin lebih jauh dari rumah. Tapi hingga saat ini, kami belum ke sana, karena memang sulit untuk cari waktu yang pas. RS nya lumayan jauh, Najla sekolah sampe sore ditambah bimbel dari senin-kamis. Saya mesti cari waktu untuk ijinkan Najla dari sekolah di jam praktek dokternya, dan sampe sekarang belum ketemu waktu yang pas :D

Sementara ini, Najla masih belum mendapatkan fisioterapi, tapi saya usahakan Najla untuk melakukan latihan-latihan  di rumah. Latihan yang gerakannya saya dapatkan dari grup ISC. Saya juga beli monkey bar dan pasang di pintu kamar Najla. Berenang belum bisa rutin kami lakukan karena keterbatasan saya dan keterbatasan waktu Najla. Trus Najla mau dengan mudah untuk latihan atau gelantungan di monkey bar? Oh tidaaaak, itu juga tidak mudah. Saya mesti baweeeeel dan kadang ngomel panjang lebar untuk ngajak dia latihan. Ibu Flo juga pernah bilang, ngajak anak untuk disiplin latihan itu juga nggak gampang bu, semoga ibu bisa bertahan ya :D 

Ujian demi ujian kami lewati dalam 1 bulan ini. Tidak mudah memang. Tapi apapun yang telah terjadi, kami berbesar hati dan berdoa saja, semoga apa yang sudah kami lakukan dan yang akan kami lakukan nanti, bisa membuahkan hasil yang berarti untuk Najla.
Tujuan utama kami saat ini adalah, menjaga agar kurva kelengkungan tulang Najla tidak bertambah, syukur-syukur dengan kebaikan Allah kurvanya bisa berkurang jika dibantu dengan brace nantinya. Semoga usaha-usaha yang kami lakukan dalam masa crirical age-nya ini membuahkan hasil sehingga jika tulang Najla sudah matang di usia 16-17 tahun nanti, kondisi tulangnya membaik dan Najla tidak perlu di operasi, aamiin ya Allah...

Kami berencana untuk membawa Najla konsultasi ke KL. teman-teman di ISC sudah memberikan rekomendasi RS dan dokter spesialis tulang belakang yang biasa menangani pasien scolio. sekarang terkendala paspor yang  suah 1 tahun habis masa berlakunya. Ujian kami di pengurusan paspor juga gak mudah :D saya ceritain di postingan selanjutnya ya... Mohon doa juga dari teman-teman yang membaca blog ini, mohon doanya untuk kesehatan Najla :)

Kamis, 25 Juli 2019

Ketika Kami Tahu Scoliosis

Sepertinya sudah menjadi habit saya untuk kembali ke blog ini di saat keadaan terasa tidak menyenangkan. Mungkin karena saya tidak terlalu bisa untuk mengungkapkan apa yang saya rasakan pada orang lain, mungkin di sini, saya bisa lebih bebas mengeluarkan apa yang ada dalam hati dan pikiran. Mungkin itu juga yang menyebabkan saya mempertahankan blog ini, walau bertahun-tahun tidak disentuh, bayarannya tetep jalan, jadi blognya masih eksis hingga hari ini ☺

Berawal dari bulan puasa kemaren, saat kami mudik ke Padang, tiba-tiba andung nanya, uni kok punggungnya gak simetris ya? kok tulang belikatnya yang kanan nonjol, sementara yang kiri enggak. Saya deketin Najla dan cek punggungnya, iya ya beda, saya pegang, Najla biasa aja, gak ada rasa sakit atau nyeri. Trus saya inget dia suka bawa tas di sebelah kanan, tas sekolahnya ampuuuun berat banget!! jadi saya pikir mungkin itu otot yang terbentuk karena dia bawa beban buku berat bertahun-tahun. efektif sejak kelas 6 SD hingga kelas 8 kemaren tasnya itu asli berat banget. Yahanda juga berpikiran sama, cuma nyaranin Najla untuk ganti bawa tas di sebelah kiri, biar otot yg kiri juga berkembang. Case closed. 

Setelah lebaran, kami balik ke Pekanbaru. trus gak lama, andung telpon, andung cerita kalo andung barusan ketemu teman yang anaknya menggunakan pen di punggung, yang awalnya keliatan seperti punggung Najla, besar sebelah. Trus andung suruh saya cek Najla ke dokter, jangan-jangan something wrong dengan punggung Najla. Mendengar itu, saya langsung daftarkan Najla untuk cek ke dokter tulang. Karena kami pake jaminan inhealth, kami ke dokter umum dulu ya untuk  minta rujukan ke dokter tulang. Saat cek di dokter umum itulah dokter menyatakan kalo Najla suspect scoliosis dan langsung dirujuk ke orthopedi. 

Jujur, ini sesuatu yang asing buat  saya. Saya gak paham scoliosis itu apa dan bagaimana. saya langsung googling tentang scoliosis, dan saat saya mulai paham garis besarnya, saya langsung down. Bener-bener gak nyangka dan sesaat itu juga asking my self, why? why me? why Najla? salah Najla apa? salah kami apa? Kenapa Najla diberi cobaan seperti ini? Najla yang selama ini terlihat baik-baik saja, tiba-tiba di diagnosa scoliosis, saya harus bagaimana? kedepannya nanti gimana? udah deh, segala pikiran buruk berkecamuk di dada, di kepala. Tapi tetep saya berusaha untuk tenang dan  mengendalikan diri. Saya teruuuuuuus gogling tentang scoiliosis, cara penanganannya, apa yg harus dilakukan, bagaimana pengobatannya, apakah butuh terapi, apakah butuh perawatan secara continue., apakah nanti anak saya punggungnya bisa lurus kembali? Saya juga berusaha mencari komunitas scoliosis, di masa sekarang dimana ada berbagai macam komunitas, saya yakin scoliosis pasti juga ada komunitasnya. Saya kunjungi beberapa blog yang bercerita tentang scolioser. 

Setelah dapat rujukan, kami bawa Najla untuk konsul ke orthopedi hari Jum'at tanggal 19 Juli 2019,  setelah di cek, dokter minta Najla untuk di x-ray hari itu juga. Biasalah ya, namanya di rumah sakit, semua serba antri. Kami datang ke RS jam 11 siang selesainya jam 5 sore, seharian, iyesssss... 
Hasil x-ray menyatakan tulang belakangnya melengkung dengan sudut curve 43 derajat.  Dokter merujuk Najla untuk fisioterapi, menyarankan renang, menggunakan brace untuk menahan agar tulangnya tidak semakin miring dan melakukan latihan untuk memperkuat otot belakang. 

Kami pulang ke rumah dalam diam
Saya tau, Najla juga gak paham apa arti scoliosis tapi dia juga berusaha untuk mencerna apa yng sebenarnya terjadi pada dirinya. Dia ikut mendengar ucapan dokter, dan saya paham semua begitu tiba-tiba buat dia. Semua pasti terasa berat untuk dia. Tapi Najla is Najla. Si Introvert yang hanya akan bersuara ketika di tanya, yang akan bersuara kalo sudah sangat menyakitkan buat dia. Kalo cuma sekedar pegel, linu, pusing, paling dia cuma bilang, " bunda, uni kayaknya pusing" Saya mesti baweeeeeeel nanyain perkembangannya. "Masih pusing un, sekarang yg dirasa apa? ada perubahan gak setelah minum obat tadi?". Kalo nggak ditanyain gitu, dia dieeeeeem aja dengan sakitnya, ntar tiba-tiba demam panas tinggi sampe 40 derajat. Kalo Najla sakit, saya bawel wanti-wanti, "Un, kalo ada rasa aneh2 segera kasih tau bunda ya, kalo tiba-tiba badannya terasa dingin kasih tau bunda ya, jangan dibiarin, nanti tiba-tiba demamnya naik, kita repot nak. tolong ya, kasih tau bunda kalo uni ngerasain sesuatu yang gak enak". 

Dan dengan vonis dokter tadi, saya berusaha untuk tidak terlihat panik di depan Najla. Saya berusaha untuk terlihat biasa-biasa saja dihadapan dia. Saya berusaha untuk langsung terlihat berjuang di depan dia. saya bilang, "It's oke, kita jalani aja ya. Banyak kok anak-anak yang kayak Uni, dan rata-rata memang seusia uni, karena scolio ini memang mengintai anak perempuan se-usia uni. Tiap tahun jumlah scolioser itu meningkat 4% - 5%. Jessica Mila yang artis aja scoliosis kok". Alhamdulillah saya udah sempat banyak baca-baca saat googling, saya punya informasi menenangkan yang bisa disampaikan ke Najla, dan kebetulan saat googling saya menemukan berita kalo artis cantik itu juga scolioser. Saya lihat mata Najla berkilau saat saya bilang Jessica Mila juga scolioser. Dia tersenyum dan bilang "iya ya Bunda? scolio juga? " iya beneran, googling aja coba kalo gak percaya. Cantik-cantik scolio, jadi artis pulak. Saya melihat kecerahan diwajahnya saat itu. Terimakasih ya Allah, semoga dia kuat dan kepercayaan dirinya tidak jatuh. 

Story of Shaqeela

Rasanya baru kemaren saya menjalani proses panjang demi kehadiran Shaqeela di tengah kami. Dua kali kehilangan calon bayi, proses berobat yang panjang, sampe saya bosen dan eneg nyium bau obat. Bolak-balik ke dokter selama 5 tahun, test darah setiap 6 bulan sekali. Sungguh, bukan hal yang mudah. Butuh konsistensi untuk mau terus mendatangi dokter, menjalani rangkaian pengobatannya, dan tubuh saya di obok-obok. That's why, sebisa mungkin saya pilih dokter kandungan perempuan, biar saya tidak terbebani saat check up :D

Well, dedek  Shaqeela sayang, panjaaaang banget proses yang harus dilalui jelang kehadirannya. Perjuangan fisik, moril dan materil yang tidak bisa dihitung. Dokternya bilang, Shaqeela baby mahal. I know semua bayi itu mahal, karena mereka adalah karunia terbaik yang tak ternilai harganya.

Sekarang, Shaqeela udah kelas 2 SD, baru saja melewati hari lahirnya yang ke-7 tahun. Wish you all the best, nak. Semoga dedek jadi anak soleha, sehat-sehat, perempuan kuat yang mencintai Allah dan membela agamanya, berguna bagi nusa dan bangsa ini, aamiin ya Allah...

 

TRAVEL AROUND AND STAY FOR A WHILE Template by Ipietoon Cute Blog Design