Kamis, 05 Desember 2013

Galau Mode : ON

It's December!

Hampir setahun kami di Pekanbaru, tepatnya 7 Januari besok hari jadi 1 tahun di kota ini. Semuanya baik-baik saja, hingga tadi sore Yahanda terima SMS dari Bapak pemilik kontrakan. Yup, resiko sebagai penduduk nomaden, dimana-mana kami harus mengontrak rumah. Entah kapan bisa menetap di rumah sendiri, tanpa harus pindah-pindah lagi. Pertanyaan yang tidak butuh jawaban sebenarnya. Yahanda akan tetap muter seperti ini hingga pensiun nanti. Jadi yaaa... selama kami masih ingin tetap berdekatan tinggal dalam satu rumah, Bunda dan anak-anak harus ikut kemana saja Yahanda dimutasikan, yang berbanding lurus dengan kepindahan demi kepindahan. Duh, malah curhat?

Jadi... tadi Bapak kontrakan mengingatkan bahwa batas kontrak kami hampir habis. Sebenernya tanpa diingatkanpun kami ingat kapan kontrakan ini berakhir.  Kami sudah terlatih dalam hal kontrak mengontrak seperti ini. Delapan tahun menikah, tujuh tahun kami habiskan berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain, dari satu kota ke kota lain.

Lalu masalahnya apa sekarang?
Masalahnya, kami bingung memilih untuk meneruskan kontrakan atau mencari rumah lain alias move on dari sini. Di SMS-nya si Bapak menyatakan harga sewa naik 1 juta dari tahun kemaren, di luar deposit, hmm... kontrakan pake deposit loh. Maksudnya deposit di sini adalah kami menaruh uang pemeliharaan rumah sebesar 1 juta kepada si Bapak. Gunanya uang itu untuk biaya pemeliharaan. Jika dalam masa kontrak kami rumah ini ada yang rusak, kerannya jebol, service AC, pompa air ngadat dan lain-lain, biaya perbaikannya dibebankan kepada kami, dengan memotong deposit yang satu juta tadi. Saat kami keluar dari kontrakan, sisa deposit (jika terpakai) akan dikembalikan. Kalau tidak ada yang rusak ya selamatlah deposit yang sejuta itu kembali ke tangan dengan utuh.

Tapi so far, kalau ada yang rusak-rusak gitu, untuk tenaga tukang segala macem, kami tidak perlu repot lagi mencari, si Bapak sudah punya tukang langganan. Beliau tinggal panggil, hup, tukangnya dateng. Enak sih, tidak merepotkan. Tuuuh kann... kejadian deh cerita keluar jalur lagi.

Jadi, karena uang kontrakan naik sejuta, Bunda sama Yahanda ragu, mau diteruskan atau bagaimana. Karena jika dilihat dari kondisi rumah yang berupa rumah petak, dua kamar, ukuran pas-pasan, rasanya jumlah segitu nggak cocok, kemahalan. Ini aja barang-barang Bunda sampe sekarang masih ada yang ngendon manis dalam kardus, tersusun di ruang tamu yang merangkap ruang keluarga rangkap ruang tivi. Kebayang kan pengapnya rumah kami? Kamarnya nggak pake ventilasi. Untung ada AC. Kalo nggak, huadduhhh... bisa berkuah setiap malam tidur di kamar yang ga ada celah buat udara keluar masuk. Sirkulasi udara itu hanya dari pintu masuk depan dan pintu dapur di belakang. Then, no jendela or ventilasi lain. Nekat banget yak bikin kontrakan? Beginilah situasi dan kondisi perumtak (Perumahan Petak) yang di bangun berjejer 8 unit yang kami tempati.

Trus, kok bisa tinggal disini?
Kami pindah kesini terburu-buru. Harus mengejar semester baru. Biar Najla nggak repot menyesuaikan diri dengan pelajaran di sekolah. Kebetulan SK mutasi Yahanda keluar pas saat ujian semester sedang berlangsung di Palembang. Dan ternyata di Pekanbaru sudah selesai. Ketika sekolah Najla di Palembang terima raport dan libur, disini malah sudah masuk lagi. Jadi kami benar-benar dikejar deadline untuk segera pindah kesini. Sementara Yahanda belum bisa berangkat pindah karena harus menyelesaikan kerjaan yang gantung di kantor. Jadi urusan mencari kontrakan Yahnda minta tolong pada salah satu sodara jauh, daannn rumah inilah pilihan terbaik yang didapatkan oleh sang sodara pada saat itu. Terlepas dari ukurannya yang mini, kondisi rumah ini oke, bersih, lantai full keramik, dapur walaupun mini banget tapi komplit dengan bak cuci piring dan tempat kompor, kamar mandi bersih, sumber airnya berupa sumur yang dikasih pompa otomatis, jadi nggak khawatir air mati atau kekurangan dimusim kemarau. Cuma ya kuat-kuatin aja liat tagihan listrik hehe. Dibelakang ada kran untuk selang mesin cuci, jemuran juga ada. Lokasinya juga deket dari kantor, sekolah, dan mesjid. Strategislah. Mungkin faktor yang Bunda sebutin belakangan ini yang membuat si Bapak berani pasang tarif mahal untuk kontrakannya.

Terlepas dari itu semua, yang bener-bener bikin Bunda galau itu ya Najla. Kalo kami pindah nyari kontrakan lain, nanti ngajinya gimana? Najla baru aja mulai akrab dengan teman-teman di MDTA-nya. Iya, karena najla sekolah di SD Negeri yang belajar agama cuma dua jam. Jadi untuk menambah pengetahuan agamanya, Bunda masukin Najla ke MDTA. MDTA ini berada di sebuah mesjid yang deket banget dari rumah, cuma berjarak 5 rumah dari kediaman kami.  Kalo sekolah sih nggak masalah, Bunda bisa anterin seperti biasa, tapi kalo MDTA? akan sangat repot dan melelahkan buat Najla jika harus tetap di MDTA yang sekarang. Karena jeda waktu antara pulang MDTA dengan jadwal sekolah Najla itu cuma 2 jam. MDTA jam 07.30-10.00. Sekolahnya dari jam 13.00 siang. berangkat dari rumah sekitar pukul 12.30an. Lalu kalau kami mencari rumah baru, yang rasanya nggak akan ada di sekitar sini, karena kemarin-kemarin kami udah berusaha nyari alternatif kontrakan yang deket sini tapi nggak dapet, otomatis mesti nyari diluar lingkungan sekarang. Nah kalo MDTA-nya dipindahin ke yang deket dengan rumah baru nanti, kasihan Najla harus kembali beradaptasi dengan teman baru, lingkungan baru, ustad baru lagi. Selain itu, Najla juga bisa kecapean tiap hari harus menempuh jarak jauh dari rumah ke MDTA, trus lanjut sekolah tanpa bisa istirahat dulu. 

Duh...bener-bener galau tingkat dewa ini. I really dont know what to do.

0 komentar:

Posting Komentar

 

TRAVEL AROUND AND STAY FOR A WHILE Template by Ipietoon Cute Blog Design