Sabtu, 17 Agustus 2019

Second Opinion

Perjalanan untuk perbaikan bagi Najla masih panjang. Karena kesibukan super mom, saya belum sempat cerita yah tentang perkembangan usaha pengobatan Najla 2-3 minggu ini. 

Selesai dari dokter tulang kemaren itu, Najla dirujuk ke rehab medik oleh dokternya. Karena hari itu kami selesainya sore, dokter rehab medik sudah selesai praktek, dokternya praktek dari pagi sampe jam 12 siang. Kami memutuskan untuk kembali ke klinik rehab medik RS keesokan harinya. Sesampainya di sana, maaf harus mengutarakan ini, begitu melihat rujukan dari dokter tulang, dokter rehab medik langsung merekomendasikan brace merk spinecore yg harganya 27-30 juta, saya lupa tepatnya. Dokternya semangat banget cerita tentang brace ini, hingga buat kami saat itu dokter terkesan mau "jualan" brace. Jujur, kami dalam masa tidak baik dimana kami baru saja harus menerima kenyataan anak kami scoliosis, sesuatu yang tidak normal sedang terjadi pada anak kami, terang saja yang kami butuhkan adalah tentang usaha perbaikan anak kami, kami lebih butuh penjelasan tentang apakah fisioterapi yang akan dilakukan nanti, berguna untuk mengurangi kurva tulangnya. Sayangnya dokter lebih bersemangat memberikan brace dibanding mengedepankan tentang fisioterapinya. Hingga setelah beliau panjang lebar menjelaskan tentang brace, yahanda nanya, "trus tentang fisioterapi ini gimana, Dok? bisa diberikan pada anak kami? berapa kali seminggu? durasi berapa lama?" Baru deeeeeh beliau jawab, "oh iya, fisioterapi tetap saya berikan. cukup 2x dalam seminggu dengan durasi paling lama 45 menit. Sambil nanti anaknya latihan renang, gaya bebas, sesering mungkin. Anaknya harus sering berolahraga." That's it! Thats what I need exactly! 

Tapi sayangnya hari itu Najla gak bisa langsung di fisioterapi, karena kami menggunakan Inhealth, petugas rehab medik mesti konfirmasi dulu ke pihak Inhealth apakah terapi Najla di cover atau tidak. Proses konfirmasi juga berlangsung lumayan lama. Kami menunggu selama 3 hari dengan hasil ternyata fisioterapinya tidak di cover oleh Inhealth. Jerejeeeeeenk, kecewa tahap 1 hadir... Tapi orang Inhealth bilang ke Yahanda, mungkin BPJS cover pak, coba aja pake BPJS. Okeh sip, kami akan coba pake BPJS. Waiiiit, sebelum ada yg bilang, kenapa gak bayar pribadi aja? Di sini kami hanya ingin menggunakan hak kami, toh selama ini, setiap bulan,  kami bayar premi untuk ke dua asuransi tersebut, di saat kami butuh seperti sekarang, kenapa kami nggak pake? Apakah kami salah jika ingin menggunakan hak kami? Kalo memang tidak masuk dalam perjanjian seperti yang terjadi dengan Inhealth, ya sudah, kami juga nggak masalah. Sekarang dengan BPJS kami belum tau, ini bakal di cover apa enggak, soooo... nggak ada salahnya kan yaa kami coba cari tau :)

Kembali ke dokter keluarga, kali ini dengan kartu BPJS, minta rujukan ke rehab medik RS kemaren. Ternyata, RS ini masuk kategori kelas B, sementara untuk rujukan BPJS itu harus bertahap, dimulai dari rujukan ke RS kelas A dulu, baru kemudian dilanjut ke kelas B, jika memang tidak bisa ditangani di kelas A, begitu seterusnya.  Baiklaaaaah, kami minta rujukan ke dokter tulang RS kelas A yang jaraknya agak jauh dari rumah, nggak jauh-jauh amat sih, tapi lebih jauh dibanding RS kelas B yg pertama kami datangi. Kenapa harus ke dokter tulang lagi? Karena rujukan ke rehab medik bisa di dapatkan dengan rujukan dari dokter tulang. Panjang amaat bu prosedurnya... Yah, namanya juga asuransi ya, kalo mau instant, bayar sendiri :D

Rujukan di dapat, kami daftar ke dokter tulang RS kelas A, antri, dan masuk ketemu dokter. Sebelum saya ceritain, apa hasil dari dokter tulang di RS kelas A ini, saya cerita dulu ya tentang obrolan saya dengan salah satu ibu yang anak perempuannya juga scolioser. Sebut saja Ibu Flo. Ketika masuk ke grup telegram ISC saya banyak diberikan informasi oleh para member di sana, salah satunya Ibu Flo. Ibu Flo banyak memberi masukan pada saya, termasuk juga menguatkan saya dalam menghadapi semua ini. Pembicaraan kami juga sampai pada bagaimana para dokter menanggapi anak-anak scolio ini. Ada yang santai, ada yang serius, ada yang -maaf- jualan brace, dll.

Salah satunya yg disebutkan oleh ibu Flo dalam percakapan kami dan masih saya ingat dengan jelas, "dokter-dokter itu pinter semua bu, tinggal kita bagaimana memilih dokter yang sesuai dengan kondisi anak, nyaman untuk anak juga kita orang tua, yang lebih berempati dengan kondisi anak kita. Karena ada dokter yang sepertinya menganggap kasus scoliosis ini biasa, karena mungkin mereka tiap hari ketemu dengan pasien scoliosis, mulai dari yang paling ringan hingga yang paling berat scolionya. Nah buat dokter yang terbiasa melihat berbagai macam orang atau anak scolio tiap hari, buat mereka itu tidak masalah, buat mereka itu biasa. Tapi bagi kita orang awam, yang jarang-jarang ngeliat anak/orang scolio, yang biasa melihat anak-anak tulangnya tumbuh normal, lurus, bersih, bagi kita scolio itu kondisi yang tidak biasa, malah bisa dibilang ini SANGAT LUAR BIASA buat kita. Nah di situ kadang kita jadi gimanaaa gitu kalo ketemu dokter yang menganggap scolio ini biasa aja."

Dan omongan ibu Flo ini terbukti saat di dokter RS kelas A. Menurut dokter itu, scoliosis ini biasa saja, dan memang biasa terjadi pada anak seumuran Najla. Tidak perlu di berikan rehab medik. Cukup renang dan olahraga saja. Najla pulang, tanpa mendapat rujukan untuk rehab medik. Kecewa untuk kedua kalinya...

Miris yah, apa yang disampaikan dokter sangat bertolak belakang dengan informasi yang saya peroleh. Untuk usia Najla yang dalam masa critical age, dimana tulangnya masih dalam pertumbuhan, dan kurvanya masih dibawah 50 derajat, perawatan seperti fisioterapi, latihan back core, latihandengan monkey bar dan dibantu dengan penggunaan brace yang tepat, ada secercah harapan untuk menjaga agar kelengkungannya tidak bertambah.dokter juga tidak bilang apa-apa tentang tulangnya berada di risser berapa. Sependek yang saya tau, jika tulangnya masih berada di risser 1 atau 2, kemungkinan laju kelengkungan kurvanya masih bisa ditahan dengan cara-cara yang saya sebutkan di atas.

Najla masih 13 tahun, baru mendapatkan haid pertama beberapa bulan yang lalu, teman-teman di ISC bilang kemungkinan tulangnya masih di risser 1 atau 2, tapi coba cek ke dokter dulu dan pastikan gimana-gimananya. Yahandanya sudah terlanjur hilang rasa dengan tanggapan dokternya. Yahanda sempat nanyain ulang, untuk minta rujukan ke rehab medik, beliau nggak ngasih, karena katanya gak perlu. Ya kita gak bisa apa-apa lagi, emang dia ber-hak untuk nggak ngasih rujukan berdasarkan pengamatan/pendapat medis dia kan ya... He is the doctor, ya sudahlah... 

Dua dokter berbeda, memberikan dua pendapat yang berbeda untuk Najla. Jelas, kami pilih untuk mempercayai pendapat pertama yang bilang fisioterapi akan membantu. Setidaknya, dengan di fisioterapi, nanti pasti ada gerakan latihan yang bisa kami aplikasikan dirumah untuk melatih otot belakang Najla. Karena tulang belakang itu butuh otot kuat yang menopangnya. Karena itulah scolioser diarahkan untuk berenang, olahraga, latihan back core, gelantungan di monkey bar, dengan tujuan untuk memperkuat otot belakang agar bisa menopang tulang punggung dengan kuat, nggak gampang membengkok.

Hanya saja, untuk mendapatkan rujukan rehab medik, kami harus kembali ke dokter pertama tapi kami tidak bisa kembali ke RS pertama yang kelas B. Saya telpon semua RS kelas A-nya BPJS yang ada di sini dan tanyain apakah dokter tulang tersebut praktek di sana. Alhamdulillah ketemu di salah satu RS kelas A lain yang jaraknya semakin lebih jauh dari rumah. Tapi hingga saat ini, kami belum ke sana, karena memang sulit untuk cari waktu yang pas. RS nya lumayan jauh, Najla sekolah sampe sore ditambah bimbel dari senin-kamis. Saya mesti cari waktu untuk ijinkan Najla dari sekolah di jam praktek dokternya, dan sampe sekarang belum ketemu waktu yang pas :D

Sementara ini, Najla masih belum mendapatkan fisioterapi, tapi saya usahakan Najla untuk melakukan latihan-latihan  di rumah. Latihan yang gerakannya saya dapatkan dari grup ISC. Saya juga beli monkey bar dan pasang di pintu kamar Najla. Berenang belum bisa rutin kami lakukan karena keterbatasan saya dan keterbatasan waktu Najla. Trus Najla mau dengan mudah untuk latihan atau gelantungan di monkey bar? Oh tidaaaak, itu juga tidak mudah. Saya mesti baweeeeel dan kadang ngomel panjang lebar untuk ngajak dia latihan. Ibu Flo juga pernah bilang, ngajak anak untuk disiplin latihan itu juga nggak gampang bu, semoga ibu bisa bertahan ya :D 

Ujian demi ujian kami lewati dalam 1 bulan ini. Tidak mudah memang. Tapi apapun yang telah terjadi, kami berbesar hati dan berdoa saja, semoga apa yang sudah kami lakukan dan yang akan kami lakukan nanti, bisa membuahkan hasil yang berarti untuk Najla.
Tujuan utama kami saat ini adalah, menjaga agar kurva kelengkungan tulang Najla tidak bertambah, syukur-syukur dengan kebaikan Allah kurvanya bisa berkurang jika dibantu dengan brace nantinya. Semoga usaha-usaha yang kami lakukan dalam masa crirical age-nya ini membuahkan hasil sehingga jika tulang Najla sudah matang di usia 16-17 tahun nanti, kondisi tulangnya membaik dan Najla tidak perlu di operasi, aamiin ya Allah...

Kami berencana untuk membawa Najla konsultasi ke KL. teman-teman di ISC sudah memberikan rekomendasi RS dan dokter spesialis tulang belakang yang biasa menangani pasien scolio. sekarang terkendala paspor yang  suah 1 tahun habis masa berlakunya. Ujian kami di pengurusan paspor juga gak mudah :D saya ceritain di postingan selanjutnya ya... Mohon doa juga dari teman-teman yang membaca blog ini, mohon doanya untuk kesehatan Najla :)

Kamis, 25 Juli 2019

Ketika Kami Tahu Scoliosis

Sepertinya sudah menjadi habit saya untuk kembali ke blog ini di saat keadaan terasa tidak menyenangkan. Mungkin karena saya tidak terlalu bisa untuk mengungkapkan apa yang saya rasakan pada orang lain, mungkin di sini, saya bisa lebih bebas mengeluarkan apa yang ada dalam hati dan pikiran. Mungkin itu juga yang menyebabkan saya mempertahankan blog ini, walau bertahun-tahun tidak disentuh, bayarannya tetep jalan, jadi blognya masih eksis hingga hari ini ☺

Berawal dari bulan puasa kemaren, saat kami mudik ke Padang, tiba-tiba andung nanya, uni kok punggungnya gak simetris ya? kok tulang belikatnya yang kanan nonjol, sementara yang kiri enggak. Saya deketin Najla dan cek punggungnya, iya ya beda, saya pegang, Najla biasa aja, gak ada rasa sakit atau nyeri. Trus saya inget dia suka bawa tas di sebelah kanan, tas sekolahnya ampuuuun berat banget!! jadi saya pikir mungkin itu otot yang terbentuk karena dia bawa beban buku berat bertahun-tahun. efektif sejak kelas 6 SD hingga kelas 8 kemaren tasnya itu asli berat banget. Yahanda juga berpikiran sama, cuma nyaranin Najla untuk ganti bawa tas di sebelah kiri, biar otot yg kiri juga berkembang. Case closed. 

Setelah lebaran, kami balik ke Pekanbaru. trus gak lama, andung telpon, andung cerita kalo andung barusan ketemu teman yang anaknya menggunakan pen di punggung, yang awalnya keliatan seperti punggung Najla, besar sebelah. Trus andung suruh saya cek Najla ke dokter, jangan-jangan something wrong dengan punggung Najla. Mendengar itu, saya langsung daftarkan Najla untuk cek ke dokter tulang. Karena kami pake jaminan inhealth, kami ke dokter umum dulu ya untuk  minta rujukan ke dokter tulang. Saat cek di dokter umum itulah dokter menyatakan kalo Najla suspect scoliosis dan langsung dirujuk ke orthopedi. 

Jujur, ini sesuatu yang asing buat  saya. Saya gak paham scoliosis itu apa dan bagaimana. saya langsung googling tentang scoliosis, dan saat saya mulai paham garis besarnya, saya langsung down. Bener-bener gak nyangka dan sesaat itu juga asking my self, why? why me? why Najla? salah Najla apa? salah kami apa? Kenapa Najla diberi cobaan seperti ini? Najla yang selama ini terlihat baik-baik saja, tiba-tiba di diagnosa scoliosis, saya harus bagaimana? kedepannya nanti gimana? udah deh, segala pikiran buruk berkecamuk di dada, di kepala. Tapi tetep saya berusaha untuk tenang dan  mengendalikan diri. Saya teruuuuuuus gogling tentang scoiliosis, cara penanganannya, apa yg harus dilakukan, bagaimana pengobatannya, apakah butuh terapi, apakah butuh perawatan secara continue., apakah nanti anak saya punggungnya bisa lurus kembali? Saya juga berusaha mencari komunitas scoliosis, di masa sekarang dimana ada berbagai macam komunitas, saya yakin scoliosis pasti juga ada komunitasnya. Saya kunjungi beberapa blog yang bercerita tentang scolioser. 

Setelah dapat rujukan, kami bawa Najla untuk konsul ke orthopedi hari Jum'at tanggal 19 Juli 2019,  setelah di cek, dokter minta Najla untuk di x-ray hari itu juga. Biasalah ya, namanya di rumah sakit, semua serba antri. Kami datang ke RS jam 11 siang selesainya jam 5 sore, seharian, iyesssss... 
Hasil x-ray menyatakan tulang belakangnya melengkung dengan sudut curve 43 derajat.  Dokter merujuk Najla untuk fisioterapi, menyarankan renang, menggunakan brace untuk menahan agar tulangnya tidak semakin miring dan melakukan latihan untuk memperkuat otot belakang. 

Kami pulang ke rumah dalam diam
Saya tau, Najla juga gak paham apa arti scoliosis tapi dia juga berusaha untuk mencerna apa yng sebenarnya terjadi pada dirinya. Dia ikut mendengar ucapan dokter, dan saya paham semua begitu tiba-tiba buat dia. Semua pasti terasa berat untuk dia. Tapi Najla is Najla. Si Introvert yang hanya akan bersuara ketika di tanya, yang akan bersuara kalo sudah sangat menyakitkan buat dia. Kalo cuma sekedar pegel, linu, pusing, paling dia cuma bilang, " bunda, uni kayaknya pusing" Saya mesti baweeeeeeel nanyain perkembangannya. "Masih pusing un, sekarang yg dirasa apa? ada perubahan gak setelah minum obat tadi?". Kalo nggak ditanyain gitu, dia dieeeeeem aja dengan sakitnya, ntar tiba-tiba demam panas tinggi sampe 40 derajat. Kalo Najla sakit, saya bawel wanti-wanti, "Un, kalo ada rasa aneh2 segera kasih tau bunda ya, kalo tiba-tiba badannya terasa dingin kasih tau bunda ya, jangan dibiarin, nanti tiba-tiba demamnya naik, kita repot nak. tolong ya, kasih tau bunda kalo uni ngerasain sesuatu yang gak enak". 

Dan dengan vonis dokter tadi, saya berusaha untuk tidak terlihat panik di depan Najla. Saya berusaha untuk terlihat biasa-biasa saja dihadapan dia. Saya berusaha untuk langsung terlihat berjuang di depan dia. saya bilang, "It's oke, kita jalani aja ya. Banyak kok anak-anak yang kayak Uni, dan rata-rata memang seusia uni, karena scolio ini memang mengintai anak perempuan se-usia uni. Tiap tahun jumlah scolioser itu meningkat 4% - 5%. Jessica Mila yang artis aja scoliosis kok". Alhamdulillah saya udah sempat banyak baca-baca saat googling, saya punya informasi menenangkan yang bisa disampaikan ke Najla, dan kebetulan saat googling saya menemukan berita kalo artis cantik itu juga scolioser. Saya lihat mata Najla berkilau saat saya bilang Jessica Mila juga scolioser. Dia tersenyum dan bilang "iya ya Bunda? scolio juga? " iya beneran, googling aja coba kalo gak percaya. Cantik-cantik scolio, jadi artis pulak. Saya melihat kecerahan diwajahnya saat itu. Terimakasih ya Allah, semoga dia kuat dan kepercayaan dirinya tidak jatuh. 

Story of Shaqeela

Rasanya baru kemaren saya menjalani proses panjang demi kehadiran Shaqeela di tengah kami. Dua kali kehilangan calon bayi, proses berobat yang panjang, sampe saya bosen dan eneg nyium bau obat. Bolak-balik ke dokter selama 5 tahun, test darah setiap 6 bulan sekali. Sungguh, bukan hal yang mudah. Butuh konsistensi untuk mau terus mendatangi dokter, menjalani rangkaian pengobatannya, dan tubuh saya di obok-obok. That's why, sebisa mungkin saya pilih dokter kandungan perempuan, biar saya tidak terbebani saat check up :D

Well, dedek  Shaqeela sayang, panjaaaang banget proses yang harus dilalui jelang kehadirannya. Perjuangan fisik, moril dan materil yang tidak bisa dihitung. Dokternya bilang, Shaqeela baby mahal. I know semua bayi itu mahal, karena mereka adalah karunia terbaik yang tak ternilai harganya.

Sekarang, Shaqeela udah kelas 2 SD, baru saja melewati hari lahirnya yang ke-7 tahun. Wish you all the best, nak. Semoga dedek jadi anak soleha, sehat-sehat, perempuan kuat yang mencintai Allah dan membela agamanya, berguna bagi nusa dan bangsa ini, aamiin ya Allah...

Senin, 28 November 2016

RIP

Hari ini,
Semua kenangan tentangmu
Mengalir keluar satu persatu
Kenangan yang selama ini
Tersimpan dalam diam
Dalam hati
Dalam album foto lama
Yang tertutup di 1998
Yang rasanya berat untuk kembali dibuka

Kau tumpahkan cinta
Tanpa melihat apa siapa
Kau curahkan kasih
Yang tak sanggup tuk ditolak,
Ataupun diingkari
Rasa yang kau punya,
Nyata dan tulus adanya

I'm so sorry
Aku tak berusaha menghubungimu
Aku tak berusaha keras mencari tahu tentangmu
Aku tak berusaha untuk menyampaikan rindu ini padamu
Aku tak berusaha untuk sedikit menyapamu
Aku tak berusaha tuk katakan bahwa aku baik-baik saja
Aku tak berusaha menjaga cintamu

Kukatakan kini,
Aku baik-baik saja
Kau tak perlu khawatir
Aku menyelesaikan sekolahku
Seperti janjiku padamu
Kau ingin aku menekuni teknologi informasi bukan?
Aku memenuhinya
Semua yang terjadi padaku saat ini
Adalah karenamu
Berawal darimu
Kau pahlawanku
Pembela hidupku

Aku selalu ingin membuatmu bangga
Seperti dulu
Aku selalu ingin membuatmu merasa tak sia-sia menyayangiku
Karena aku tahu, dalam hatimu, kau memang menyayangiku..

Aku tidak menghilang
Aku bukannya tak ingat
Aku tidak melupakan
Aku masih di sini, merindumu
Tapi aku terlalu takut mengganggu
Aku takut hadirku tak disukai
Aku takut merusak hari dan hatimu
Terlalu banyak rasa takut yang kutelan demi menekan rasa ingin mendengar suaramu.

Dalam diam, kurangkai do'a untukmu
Dalam diam, kupupuk harapan tuk melihat lagi senyummu
Dalam diam, kuingat selalu lembut tanganmu merawatku
Dalam diam, kumenangis, merindumu

Kau ingat?
Aku sakit, demam,
kau terjaga sepanjang malam disisiku
Menyuapiku makanan dan obat
Aku tak kan pernah lupa saat itu
Tidak pernah
Sama sekali, tidak akan.

Dan hari ini,
Semua menjadi penyesalan yang amat dalam
Bodohnya aku tak pernah mencoba
Bodohnya aku tak pernah berani
Untuk menanyakan, apa kabarmu?
Apakah kau baik-baik saja?
Apa yang kau butuhkan?
Rindukah kau?

Maafkan aku
Maafkan aku
Maafkan aku.

Semua tentangmu,
akan selalu ada di sini
di hati,
sepanjang hidupku
I love you, really really love you
RIP, pa...

27-11-2016,10.42 phi

Kamis, 01 September 2016

Akupunktur!

Menyambung cerita hari selasa, rabu pagi saya ke RSCM untuk konsul ke dokter spesialis akupunktur, sueeerr saya baru tau bahwa akupunktur adalah salah satu cabang ilmu kedokteran. Selama ini saya taunya akupunktur itu pengobatan tradisional, bukan medis. Ternyataaa, akupunktur termasuk medis dan ada dokter spesialisnya. Saat masuk ke klinik akupunktur, dokter menjelaskan banyak hal yang membuka mata saya terhadap pengobatan akupunktur. 

Akupunktur bisa dipake untuk anestesi dalam tindakan operasi, trus juga anti nyeri pasca operasi/tindakan, mengatasi nyeri kanker. Banyak penderita kanker yang dirujuk ke akupunktur berhasil ditolong mengatasi rasa nyerinya. Penyakit yang berhubungan dengan syaraf, misal syaraf terjepit yang membuat bagian tubuh ngilu/sakit, mengatasi alergi/meningkatkan imunitas, menurunkan berat badan, banyak deh, termasuk untuk urusan kecantikan. Teman-teman bisa konsul ke klinik akupunktur untuk lebih jelasnya. Hanya saja, untuk melakukan pengobatan dengan akupunktur, kita harus disiplin dan sabar. Karena pengobatannya tidak instant, butuh waktu lumayan lama. Satu seri pengobatan terdiri dari 12x terapi. Minimal 2x seminggu. Jadi untuk satu seri aja bisa menghabiskan masa 6 minggu. Itupun dalam satu seri belom tentu udah sembuh. Ada yang butuh 1 seri, 2 seri bahkan lebih. Tergantung jenis dan stadium penyakit, respon tubuh terhadap akupunktur serta daya tahan tubuh. Pengobatan akupunktur bekerja pelan tapi ada peningkatan dalam setiap langkahnya. Kurang lebih seperti itu yang dijelaskan dokter seputar akupunktur kemaren.

Trus, setelah membaca rujukan dari dokter bedah mulut dan lab alergi, saya ditanya-tanya sama dokter akupunkturnya. Setelah mendengar semua penjelasan saya, dokter langsung bilang, "oke bisa bu. Kalo emang nanti ibu gak ada yang cocok obat biusnya, kita siap untuk mendampingi saat prosedur pencabutan gigi". Waaahh, saya langsung lega, plong, dan tersenyum lebar. Yakin banget senyum saya lebar hihi. Trus saya di tes logam dulu. Tes alergi logam. Karena saya belum pernah di akupunktur sebelumnya, harus di tes dulu jarumnya. Saya alergi gak dengan jarum akupunktur yang mau dipake. Sekalian kenalan dengan rasa tusukan akupunktur. Awalnya sih deg-degan, dengan bawel saya tanyain, "ntar rasanya kayak apa dok, trus nanti ada efek lain apa dok? Ada efek melayang-layang gak?" Dokternya malah ketawa dengerin pertanyaan saya . Trus dokter bilang rasanya hanya seperti kesetrum dikiiit banget, kayak kesemutan, trus sakit dikit, sakit minimal lah, dan gak ada melayang-layangnya. "Kenapa bu? Trauma ya?" Saya langsung nyengir denger dokter bulang trauma. Iya, bener, saya trauma dengan tes alergi kemaren yang bikin saya terbang melayang, gemeteran, dingin, lemes. Dokter lain juga menimpali, katanya kalo ntar udah kenal sama jarum akupunktur malah jadi ketagihan, gak mau lepas. Walah! 

Finally, jarumnya ditusukin. Di kedua tangan, di areal antara jempol dan telunjuk. Dikaki, juga antara jempol dan telunjuk, trus di kuping kiri dan rahang kiri, daerah gigi saya yang mau di cabut. Pertama kali ditusuk, saya kaget sedikit. Rasanya emang seperti kesetrum tapi keciiiil banget. Trus juga sedikit ngilu/kaku. Tapi rasa itu minimal banget, tidak mengganggu dan jauuuuuuuh lebih bisa diterima dibanding saya harus minum obat 

Ditunggu sekitar 15-20 menit. Trus jarum-jarumnya dilepas. So far, sepertinya tidak ada masalah. Kulit saya bersih, gak ada bentol, merah atau gatal. Tapi dokter tetep bilang untuk liat reaksinya ntar malam. Karena ada tipe alergi lambat, alerginya gak muncul pada saat itu juga, munculnya setelah beberapa jam kemudian. Tapi pagi ini, alhamdulillah kulit saya gak ada perubahan apa-apa. Semoga ini pertanda baik, amiin ya rabbal alamin...


Urusan di akupunktur selesai, tinggal memberikan jawaban itu ke poli gigi dan lab. Bulan depan saya tes lagi, untuk scandonest. Kalo scandonest masih gak bisa, berarti saya pake akupunktur. Sebenernya pengen sih langsung pake akupunktur aja, tapi saya masih butuh tes obat. Kita gak tau apa yang akan terjadi di depan. Jadi saya perlu tau, obat bius scandonest itu cocok gak buat saya.

Oiya, tambahan info nih buat teman-teman pemegang kartu inhealth mandiri. Pengobatan akupunktur di cover oleh inhealth, tapi tergantung perjanjian inhealthnya juga ya. Yang pasti untuk perusahaan logo timbangan, kalo mau ke akupunktur, biayanya di cover inhealth dengan syarat ada rujukannya. Jadi bukan kita yang ujug-ujug minta diobati dengan akupunktur ya. Tapi ada rujukan/pengantar dari dokter yang sedang menangani kita bahwa dalam tindakan pengobatannya dibutuhkan terapi/tindakan akupunktur, gitu. Seperti kasus saya nih, mau cabut gigi tapi gak bisa pake obat bius dan obat anti nyeri, maka dirujuk ke akupunktur. Nah ini biayanya di cover oleh inhealth. Lumayan yaaa.. Karena kalo untuk terapi aja, satu kali datang itu biayanya paling murah 95 ribu. Kalo satu seri terapi berarti 12x95 ribu. Untuk kasus saya, jelas harganya beda lagi.

That's it, cerita seputar gigi dan teman-temannya hari ini. Mohon do'a teman-teman untuk kesembuhan saya 

 

TRAVEL AROUND AND STAY FOR A WHILE Template by Ipietoon Cute Blog Design